Wednesday 8 June 2011

Eleanor and the Penguin Club



Mysterious folk pop bisa menjadi sebutan genre untuk mereka. Tak tahu tangan-tangan mungil siapa yang berada di band ini, namun jika mendengarkan vokalnya bisa menebak-nebak, apakah Priscillia dari Monday Math Class yang berada di balik layar? Ya benar! Pertama kali mendengar lagu mereka dari sebuah acara rutin bulan Ramadhan di suatu radio swasta yang terkenal, salah satu lagu mereka yaitu "Complications" menjadi soundtracknya. Dibuka dengan gebukan drum dan genjrengan gitar yang membangunkan suasana lalu ditambah dentingan glockenspiel yang menyentil hati, wah lagunya pasti lucu! Tidak usah dipertanyakan lagi jika Anda pernah mendengar lagu-lagu dari Monday Math Class, bagaimana suara si nona manis ini. British accent, yes! Cute vocal, yes! Jika mendengarkan lagu "Complications" saya merasa dibawa kesebuah sirkus yang penuh dengan badut lucu. Irama gitar dan drum yang teratur, susulan dentingan piano juga glockenspiel, semuanya beritme tepat, pas. Cocok untuk soundtrack balita bermain ataupun membuka lembaran di pagi hari. Lagu kedua berjudul "Paris", disini Prisci hanya mengucapkan kalimat demi kalimat dengan santai bak berpuisi ditemani petikan gitar yang "malas", tentu dengan british accent-nya yang kental sekali. Di beberapa part, siulan dari sang lelaki terdengar seperti hendak menemani suara perempuan. Dipenuhi dengan suara backsound orang-orang yang sedang mengobrol di kedai kopi menambah suasana yang natural. Dilihat dari liriknya, Paris digambarkan kota yang tepat untuk segala macam aktivitas, seperti sekedar melihat lelaki-lelaki Prancis yang hot, memainkan ukulele dan bernyanyi di pinggir jalan, memakan pastry terbaik di dunia, mengajak anjingmu berjalan di taman, sampai kota yang terlihat sangat keren untuk merokok. Rasanya sang nona melepaskan semua penat dan emosinya di kota ini karena ia melantunkan kalimat jangan lupa untuk memeluk orang yang kau tak kenal. Mendengarkan "Paris" ingin sekali langsung terbang kesana membawa sebuah cup coffee, lesehan di rumput depan Menara Eiffel dengan menggunakan sunglasses. Dua lagu yang manis untuk menemani keseharian dengan selalu tersenyum. Ulah siapakah ini semua? Atau malah ini sebuah reinkarnasi dari Monday Math Class? Who knows :P


Thursday 12 May 2011

Jirapah



Sebuah band yang cukup ramai diperbincangkan massa saat ini, digawangi oleh Ken Jenie dan Mar Galo, pemuda pemudi asal Indonesia yang berbasis di New York kembali mengenalkan nada-nada yang tidak biasa seperti mentahan materi ditengah hingar-bingarnya permusikan Indonesia yang makin berjaya. Sebuah track berjudul "Alexander" membuka perjalanan ke habitat Jirapah, dibuka dengan permainan gitar disambung dengan suara kecrekan yang mendominasi dari awal hingga akhir, pertengahan menit ke-2 sayatan-sayatan gitar menggema di ruangan dan sesekali distorsi kotor juga terkeluarkan. Bertanya-tanya pada lagu "Clouds" yang terdengar monoton seperti mencari ruang gerak kesana-kemari. Berlanjut ke lagu "Soft Hands" beat-beat yang ceria mulai keluar dari persembunyiannya disertai suara-suara yang mengawang. Pembukaan enerjik tepat ditujukan pada lagu "I Too Was A Teenager" dibarengi dengan riff-riff gitar dan gebukan drum yang cocok untuk hingar bingar di sebuah pub. Beralih ke "Foxes" entah mengapa langsung teringat The Black Keys jika mendengarnya, di menit ke tiga dikejutkan dengan riff-riff gitar yang lumayan menohok. Jika diibaratkan film, "Crime" saya rasa cocok untuk dijadikan backsound ketika berkelana dan saya sangat suka part sang vokalis melantunkan kalimat "to be alone...." dan bagian akhir yang ditutup dengan distorsi kasar. Berbeda lagi dengan lagu "Muto", "Buried", dan "Saturdays" yang mengajak bersantai sejenak dengan low tempo yang pas, cocok untuk menemani tidur siang. Sekilas terdengar memang lagu-lagu mereka sederhana seperti masih mentahan, namun kuping menerimanya dengan bahagia karena memang terdengar apik, apalagi untuk anda yang suka dengan musik mainstream.


Katjie & Piering



Pertama kali mendengar nama band ini dari seorang teman saya, yang terlintas dipikiran saya adalah "Hah? Kaci dan Piring?" Agak aneh memang, namun dalam kamus saya yang aneh itu pasti bagus. Tergeraklah hati saya untuk mencari link yang menyediakan lagu mereka dan.... ternyata mereka melegalkan lagunya untuk diunduh secara cuma-cuma. Sebuah folder bernamakan Kinanti sudah tersimpan di komputer saya, tinggal menyetelnya saja. Saat membuka folder tersebut, ternyata folder ini berisikan 5 lagu dimana 4 lagu adalah "lagu-lagu cover-an". Pertama, datang dari Olive Tree, Katjie & Piering memilih lagu berjudul "Psycho Girl". Mengingat bahwa Olive Tree adalah band yang mengusung genre powerpop dan sangat berkhas dengan suara vokalis yang dimainkan secara sengaja seperti menirukan suara tokoh-tokoh kartun. Di Lagu "Psycho Girl", Olive Tree terdengar kental memainkan riff-riff gitarnya. Lalu apakah yang dilakukan tangan-tangan Katjie & Piering ini? Sebaris petikan gitar akustik dilanjutkan suara manis dari Rr.Kushandari Arfanidewi atau yang dikenal dengan panggilan Ayayay SiKelinci (Baby Eat Crackers) dan juga suara berat dari Rd.Moch Sigit Agung Pramudita, yang juga biasa dipanggil Sigit (Tigapagi). Buaian suara vokalis wanita dibarengi dengan karawitan khas Sunda bisa dikatakan sangat brilian untuk mengubah mentah-mentah lagu yang semulanya penuh dengan riff-riff gitar menjadi beraroma tradisional.

"Destiny" dari Homogenic adalah lagu kedua yang mereka bawakan. Jika Homogenic membawakan dengan suara elektronya yang ngebeat dan bisa membuat kita menggoyangkan pinggul. Kembalilah Katjie & Piering mengambil senjatanya dan merubah menjadi sebuah lagu akustikan yang manis. Persamaannya adalah suara sang vokalis sama-sama menyentil telinga. Yang membuat saya tercengang, ternyata mereka turut memasukkan lagu "Zsa Zsa Zsu Zsu" dari Rock N Roll Mafia, sebuah band bergenre elektro yang penuh dengan ritme-ritme bigbeat dan kental dengan nuansa dancefloor. Ciamik adalah kata yang tepat untuk ubahan yang dilakukan duo folk pop untuk lagu ini, apalagi di menit terakhir mengalunlah suara suling yang membelai telinga. Lalu, "Polypanic Room" dari Polyester Embassy dibawakan dengan alunan pelan tapi apik. Dayuan-dayuan kedua suara emas ini dan rayuan kecapi, karinding, dan "mainan-mainan" tradisional lainnya sukses membuat hati tenang. Lagu "Kinanti" yang merupakan lagu mereka sendiri tidak jauh berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya, tetapi suara "nyinden" lebih mendeskripsikan lagu ini dengan ditutup oleh suara cello. Indonesia tradisional pop tepat menggambarkan bagaimana musik mereka. Salah satu terobosan baru dalam permusikkan Indonesia yang tentunya digemari dan menuai banyak pujian dari berbagai kalangan. Salut!


Saturday 19 February 2011

In A Cabin With



Siapa sangka 3 pemuda luar negeri 'merantau' ke Indonesia dan dalam dua hari bisa menciptakan beberapa lagu yang ear-catchy? Beberapa orang yang datang ke Erasmus Huis, Kamis lalu, merasakan semuanya di pertunjukkan musik gratis In A Cabin With. In A Cabin With adalah sebuah proyek internasional yang mengundang keikutseraan musisi untuk merekam sebuah CD di suatu lokasi yang unik. Dan yang beruntung mengguncang Jakarta Kamis lalu adalah Simon Akkermans (Cmon dari Cmon & Kypski), Hein Bal (PAX dari Kyteman Hiphop Orkest), Frank Wienk (pemain perkusi pada Kyteman and Most Unpleasant Men), Mathias Janmaat (pencipta lagu Bombay Show Pig), Jesse Beuker, dan Maarten Besseling (produser In a Cabin Witth).





Dijanjikan pertunjukkan akan dimulai pukul 19:30, tetapi acara ini baru mulai sekitar pukul 20:00, saya rasa jam karet memang sudah dipatenkan menjadi salah satu budaya di Indonesia :P Sebelum Simon, Hein, dan Mathias naik ke atas panggung, penonton disajikan beberapa slideshow tentang acara-acara yang pernah diadakan Erasmus, tidak menunggu lama akhirnya pertunjukkan pun dimulai. Malam ini, In A Cabin With menyajikan sebuah musik bergenre pop kontemporer, dimana bisa dilihat di atas panggung terdapat drum, gitar, perkusi, dan... gamelan! Campuran antara instrumental, pop, rock, dan rap.





Aksi pertama mereka menggebrak ruang Erasmus Huis dengan instrumental berjudul 'Gamelan Space.' Mereka mengaku sangat menyukai alat musik gamelan, Simmon langsung memainkan gamelan-nya seperti anak kecil yang terlihat kegirangan. Mereka juga memasuki sound kehidupan malam di tempat dimana mereka menginap, Jogjakarta, dan tebak apa yang mereka rekam? Suara jangkrik! Unik sekali, bukan? Selama satu lagu penuh, backsound jangkrik itu bergema. Di lagu 'Paxman,' Hein membawa lagu ini dengan rap dan liriknya bercerita tentang Paxman adalah nama lainnya, dimana Pax didefinisikan peace, lalu tentang pengalaman mereka di Borobudur, mereka sangat terkagum dengan keindahan candinya dan disamping itu, lagu ini bercerita tentang kelakuan orang Indonesia, mereka berpikir turis lokal Borobudur akan mengambil foto dirinya dengan candi, tetapi tidak, para turis lokal ingin berfoto dengan Hein, Simmon, dan Mathias. Di lagu berikutnya mereka bercerita tentang keindahan Pangandaran, I think everybody loves Indonesia :)






Persetan dengan penampilan luar, itu salah satu yang saya lihat dari penampilan In A Cabin With Kamis lalu. Jangan bayangkan mereka memakai pakaian seperti anak band atau rapper kebanyakan. Mereka hanya memakai kaos oblong, celana pendek, dan sendal jepit swallow, dan di tengah-tengah acara mereka pun akhirnya 'nyeker' hehe. Mereka tidak hanya diam di tempat, di setiap lagu mereka berganti posisi, jadi semua kebagian memainkan alat musik yang ada di panggung. Hein mengaku ia tidak kenal dengan Mathias dan Simmon 2 hari yang lalu, jadi selama dua hari itu mereka menghabiskan waktu untuk mencari inspirasi dan membuat musik baru di Indonesia. Hein yang sangat ramah sesekali turun panggung dan berusaha mengelilingi crowd dan mengajak semua bernyanyi, hingga di lagu terakhir, 'Trippin Balls,' Hein mengajak semua penonton berdiri dan berkumpul di depan panggung dan berdansa bersama, cool!Di penghujung acara, pihak Erasmus memberi ucapan terima kasih kepada mereka bertiga dan para pihak dibalik layar dengan mengajak semuanya ke atas panggung dan tak luput, In A Cabin With mendapatkan hadiah yaitu.... handuk! Hein yang terkenal kocak, langsung mengenakan handuk tersebut di kepalanya, sedangkan Simmon yang konyol menggelar handuk di panggung dan berakting seolah-olah berjemur di pantai. Teriakan "we want more!" pun menggema di ruangan itu, akhirnya mereka memberikan 1 lagu dan selesai lah acara. Semua puas, semua senang.


Saturday 11 December 2010

African Air Conditioner



Band yang mengiaskan kota mereka Surabaya menjadi Afrika dan mengiaskan mereka adalah air conditioner adalah sebuah indie rock band yang beranggotakan 3 orang. Lalu apa hubungannya antara Surabaya dengan air conditioner? Well, lets see about their opinions: Surabaya is such a hot city, whether it's the weather, the people, and even the music. Oh ternyata itu toh, mungkin mereka ingin menjadi penyejuk di dunia permusikkan Surabaya yang memanas atau mungkin ingin menyejukkan dunia permusikkan di Indonesia? Who knows. Lalu apakah mereka berhasil menjadi penyejuk? Jawabannya ada di anda, silakan cek myspace mereka atau download EP mereka. Di mata saya, mendengarkan lagu mereka itu bagaikan petualangan di kota yang padat, jika anda ke gedung pencakar langit terlihatnya seperti itu, jika anda ke supermarket akan terlihat pemandangan yang berbeda, jika anda ke pemukiman kumuh lebih berbeda lagi pemandangannya. Nah, maksud saya jika anda mendengar lagu mereka, anda akan dikejutkan dengan perbedaan-perbedaan di musik yang mereka mainkan di tiap lagunya. Jika anda memulai berkenalan dengan mereka melalui lagu "Satelite" anda akan dibuai oleh suara sang vokalis, my fav. Dilanjutkan dengan lagu "Sold Out" pendengaran anda langsung digebrak tetapi vokalnya tetap membuai. Ketika perjalanan dilanjutkan dengan "Jarak dan Waktu" mereka mengajak bersantai sejenak, tidak terlalu keras dan tidak terlalu mellow, saat ini mungkin lagu tersebut satu-satunya lagu yang berbahasa Indonesia, my fav too. Tetapi jika anda membelokkan pendengaran anda ke "In A Tin Can" seakan-akan kita semua diajak bermusikalisasi puisi dalam durasi 1 menit, nice try!

Monday 22 November 2010

DjakartArtmosphere

DjakartArtmosphere adalah sebuah pertunjukan musik Indonesia yang menggabungkan musisi dari berbagai era yang dibuat oleh G-Production dan diselenggarakan pada tanggal 20 November. Sebut saja musisi musisi lawas macam God Bless, Utha Likumahuwa, Oddie Agam, hingga Sylvia Saartje disatukan dengan musisi yang kini sedang naik daun macam Mocca, Leonardo, Navicula, Gugun and Blues Shelter, Bonita and the Hus Band, hingga The Trees and the Wild dalam satu panggung yang megah. Terlihat Kartika Expo, yang mana merupakan venue DjakartArtmosphere, di jam 5 sore sudah mulai dipadati oleh para orang-orang yang tak sabar melihat kolaborasi berbagai musisi yang menjadi pengisi acara tersebut.

Antrian masuk mulai padat pukul 19:30, bisa dibilang acara ini ngaret. Sekitar jam 7 malam, para penonton baru dipersilakan masuk ke venue, memasuki venue kita disuguhkan pameran foto dari Galeri Jurnalistik Antara yang mengangkat tema Lintas Generasi, Lintas Kreasi. Jam menunjukan pukul 20:00, acara pun dimulai dengan sambutan 2 MC yang bisa dibilang gokil, siapa lagi kalau bukan Duo SS, Soleh Solihun dan Sarah Sechan. Pemilihan MC yang sangat kreatif menurut saya, mereka membawakan acara dengan sangat lihai, selalu terselip jokes yang nggak biasa dan nggak jayus, mereka membawa acara dengan apa adanya, santai, tetapi asik.




Penampilan dibuka oleh aksi trio The Trees and The Wild dengan membawakan lagu hits-nya yaitu Irish Girl, lalu disambung Mocca yang turut memasukkan lagu Lucky Me ke dalam set listnya malam itu. Bonita and the Hus Band menyusul, jujur saya baru tau band ini malam itu juga, dan ternyata... suaranya Bonita sangat wow! Lalu naik ke panggung lah Oddie Agam dengan membawakan lagu-lagunya seperti, Antara Anyer dan Jakarta, Surat Cinta, dan Logika, tentunya Oddie Agam membawakan lagu-lagu tersebut berkolaborasi dengan 3 band sekaligus, Mocca, The Trees and The Wild, dan Bonita and the Hus Band.






Penampilan kedua dilanjutkan dengan new comer yaitu Leonardo. Sebenarnya ,Leonardo sudah cukup lama wara-wiri di dunia musik, ia merupakan drummer dari band Zeke and the Popo. Dalam lagu Blatant seharusnya ada Lani Leyli dari Amazing In Bed yang menemani Leonardo, tetapi malam itu digantikan dengan Mian Tiara. Setelah menyelesaikan lagu Insecure, Utha Likumahuwa bergabung dengan Leonardo membawakan lagu Masih Ada dan beberapa lagu lainnya, terlihat Utha sangat enerjik malam itu. Disela-sela itu Utha Likumahuwa sedikit curhat tentang ia sangat berterima kasih dengan acara ini karena ia masih diberi tempat untuk beraksi, dia berkata bahwa dirinya sudah tidak diterima di televisi, lucu tetapi miris dengarnya. Ia juga bilang bahwa dirinya, Oddie Agam, dan Ahmad Albar juga teman-teman lainnya adalah orang tua yang masih gila.






Berlanjut ke Gugun and Blues Shelter, raungan-raungan gitar dari Gugun sangat memecahkan suasana di venue malam itu, ditambah gebukan yang sangat oke dari Bowie, dan juga gaya pecicilannya sang bassist, Jono. Malam ini mereka berkolaborasi dengan Sylvia Saartje, yang mana ia dibilang lady rocker-nya Indonesia, dan ternyata memang benar, benar-benar rocker sejati tante Sylvia! Suara lengkingan tante Sylvia memeriahkan raungan gitar dari Gugun. Ada sebuah lelucon yang dikeluarkan dari mulut tante Sylvia, saat ingin membawakan lagu Geram, ia berkata gara-gara si bule Jono (bassist) nggak bisa ngomong geram, lagu ini jadi berjudul garam, kontan para penonton tertawa. Terlihat dari mimik muka tante Sylvia yang terlihat antara kagum, bahagia, dan heran bahwa ia masih bisa berbagi panggung dengan anak-anak muda.
















Dan yang paling ditunggu-tunggu saatnya tiba, sekitar pukul 23:30, Navicula naik ke panggung dan membawakan lagu-lagu andalannya seperti Menghitung Mundur dan juga Metropolutan. Suasana makin memanas saat dentuman drum dan suara gahar dari vokalis meneriakkan lirik "Hei! Aku ada di dalam! Kota Metropolutan!" Lalu God Bless pun naik ke panggung dan berkolaborasi dengan Navicula. Lagu Kehidupan, Sesat, dan Rumah Kita pun mengajak para penonton bernyanyi bersama sambil bernostalgia. DjakartArtmosphere ditutup dengan semua para pengisi acara naik ke panggung, bernyanyi bersama, berangkulan bersama. Seperti yang dinyanyikan Ahmad Albar dalam Rumah Kita, ia menyelipkan kalimat "Rumah kita ada di DjakartArtmosphere." Puas, tau, pecah, dan haru bahagia adalah kata-kata yang menggambarkan DjakartArtmosphere tahun ini menurut saya.

(Photos: raraspraw)

Monday 11 October 2010

Senja Semakin Gila



Kemarin, tepat tanggal 10 Oktober 2010 atau yang hits-nya dibilang 101010, dimana banyak orang yang bilang ini tanggal bagus banget dan banyak juga yang bilang 'aelah apaan sih norak banget, tanggal doang'. Namun, bagi saya pribadi fenomena 101010 ini cukup membuat hati saya gembira. Mengapa? Karena saya pertama kali nonton White Shoes & the Couples Company secara live. Lupakan Pasar Seni ITB, line up JRL yang sangat wah dengan kedatangan Wolfmother dan The Vines, akhirnya saya menonton WSATCC secara live! Local all the way dong bro! hehe.




Acara bertajuk "White Shoes & The Couples Company; Album Vakansi" ini dimulai kurang lebih pukul 17:00. Acara ini diadakan di Aksara Kemang dan gratis. Memasuki area CD dan majalah, kita disambut oleh buku tamu yang dimana kita dianjurkan mengisinya dan bertebaran pula merchandise mereka seperti t-shirt dan tas. Tersedia beberapa cemilan dan minuman yang bisa diambil secara cuma-cuma. Sekitar pukul 16:30 diputarlah salah satu video mereka, yaitu Vakansi di sebuah TV. Beberapa lama kemudian, mereka langsung mengambil alih senjata mereka dan mini show ini dibuka dengan lagu Senja Menggila. Ruangan sudah mulai penuh, sebagian ada yang duduk, sebagian berdiri, lalu terlihatlah sesosok David Tarigan dan Muthiara Rievena hingga Cholil "ERK" dan juga teman-teman WSATCC yang merupakan para backing vocal mereka sebagian sampai ada yang berdiri di balik pagar ruangan yang menjual sepeda-nya anak indie atau fixie, LOL.





Penampilan mereka sangat menghibur! Ditambah kehadiran oomleo dari Goodnight Electric yang turut menyumbangkan suaranya pada 2 lagu. Terkadang oomleo terlihat malu-malu dan aksi oomleo ini mengundang tawa banyak orang. Sampai pada akhirnya, WSATCC menutup mini show-nya dengan Aksi Kucing.








Eitsss jangan dikira langsung bubar jalan, acara cd signing dan foto bersama-pun dimulai, ramenya parah! Sampai saya ngomong ke Mba Mela 'capek ya mba?' dan dia membalas 'iya nih, udah kayak petugas lurah aja tanda tangan mulu' dengan tawaan. Beberapa orang juga tampak mengantri untuk membeli CD mereka yang bisa didapatkan dengan harga Rp 35.000,00 saja. Layaknya harta karun, mengeluarkan uang Rp 35.000,00 sangat worth it untuk lagu-lagu yang ada di dalamnya. The must-have albums in this month! Well, this tripleten it was awesome for me. There's another awesome tripleten? Let me know :)